Senin, 15 Februari 2010

Siapa saja, di mana saja

Kebisaan mengumpulkan barang, yang popular disebut hoarding, bisa melanda siapa saja dan kapan saja, tanpa batasan umur atau latar belakang lainnya. Sebagian besar contoh yang diekspos terjadi di Amerika Serikat, di mana tiga sampai enam juta penduduknya menderita hoarding, meski belum mencapai taraf yang ekstrim. Tetapi di Indonesia sendiri kasus serupa juga dapat ditemukan. Pernahkah anda mendapati orang yang menyimpan semua buku sekolahnya sejak SD padahal ia sudah kuliah atau sudah bekerja? Atau seorang ibu yang menyimpan semua pakaian dari jaman ia gadis, pakaian bayinya, pakaian bekas yang entah milik siapa tetapi ada di rumahnya, padahal semua pakaian itu tidak bisa dipakai lagi? (saya sendiri mengenal beberapa orang seperti itu secara pribadi). Mereka tidak rela bila barang-barang itu dibuang. Nah, itu hoarding.

Masalahnya adalah, banyak orang tidak sadar bahwa dirinya sudah mengumpulkan dan menumpuk barang yang sebenarnya tak ia butuhkan; atau banyak orang tidak menganggap tumpukan barang tidak berguna itu sebagai masalah. Dalam kejadian lain, kadang orang itu sadar bahwa kebiasaan menumpuk-nya sudah tidak wajar, namun ia kesulitan untuk mencari cara mengatasi kebiasaan buruknya tersebut.


Megendalikan diri

Pengobatan untuk hoarding syndrome ini adalah terapi cognitive-behavioral—yang kadang diikuti dengan pengobatan medis—dari seorang spesialis. Tentu saja pengobatan semacam ini memerlukan biaya yang mahal. Beruntung saat ini sudah ada buku, group, dan situs intrnet yang memuat panduan untuk membantu para hoarder serta keluarganya yang berusaha meredam sifat hoarding.

Banyak keluarga penderita hoarding yang akhirnya marah dan muak karena merasa terganggu oleh kebiasaan buruk sang hoarder. Biasanya mereka kemudian memutuskan untuk membuang barang-barang milik si penderita secara diam-diam. Hal semacam ini sesungguhnya sangat tidak disarankan, karena membuang barang milik hoarder tanpa seizin mereka hanya akan melukai perasaan dan menimbulkan trauma bagi mereka.


Untuk mengatasi hoarding, keluarga sebenarnya memiliki peran penting. Ada tiga langkah kecil yang bisa diambil untuk menyelamatkan rumah anda dari bencana tumpukan barang. Tapi kuncinya, semua harus dilakukan bersama, dengan melibatkan si hoarder secara langsung.

Pertama, terapkanlah prinsip ‘jangan menyimpan barang yang tidak berguna dan tidak berharaga’, serta prinsip ‘hanya karena suatu barang bekas masih dapat dipakai suatu saat nanti, bukan berarti anda harus menyimpannya di rumah’. Mengingat hoarder punya pandangan berbeda akan arti ‘barang yang berguna dan berharga’ maka keputusan apakah suatu barang itu berguna dan berharga harus dibuat bersama antara si hoarder dengan anggota keluarga lainnya. Bila suatu barang dianggap berguna dan berharga oleh hoarder, tetapi tidak oleh anggota keluarga yang lain, maka barang tersebut harus dibuang. Begitu pula bila si hoarder berpendapat bahwa kardus bekas dapat dipakai untuk pindah rumah suatu saat nanti, ingatkan ia bahwa kardus bekas dapat diperoleh gratis dengan memintanya ke toko kelontong kalau anda memang membutuhkannya nanti; jadi tidak perlu menyimpannya di rumah.

Kedua, lakukanlah pembersihan rumah yang teratur dan berkala. Adakan pembersihan mingguan, bulanan, semesteran, dan tahunan. Bisa jadi barang yang anda butuhkan minggu lalu sudah tidak anda butuhkan lagi minggu ini, bisa jadi barang yang masih terpakai bulan lalu sudah tidak terpakai lagi bulan ini, bisa jadi benda yang tahun lalu berharga sudah tidak berharga lagi tahun ini karena rusak atau berkarat. Dengan begitu anda bisa mengendalikan jumlah barang yang anda simpan di rumah agar tidak menumpuk.

Ketiga, ingatlah selalu bahwa manusia seharusnya mencintai orang lain dan memanfaatkan benda-benda; bukan mencintai benda-benda dan memanfaatkan orang lain. Sadarkan mereka betapa perasaan sayang mereka untuk membuang benda yang tidak diperlukan tidak hanya bisa mencelakai diri mereka sendiri tetapi juga mencelakai orang-orang di sekitar mereka, orang-orang yang mencintai dan dicintai mereka. Barang yang hilang atau terbuang bisa diganti, tetapi orang yang telah tiada dan cinta yang hilang tidak bisa.

***

sumber gambar

Referensi: Hoarding syndrome/ serbuan barang-barang yang tak mau hilang Oleh Deborah Branscum

RDI juli 2008, halaman 89

Categories:

7 komentar pembaca :

-oKKy- mengatakan...

waH waH..sepeRtinya saya ini pengidaP hoaRding Ringan..>.<

Sang Cerpenis bercerita mengatakan...

kalo papaku sih cuma hobi nyimpen botol parfumnya tuh. suka aku buangin sih. hehehe...tapi emang sebel ya kalo banyak brg gak terpakai di rumah kita.

Tukang Sampah mengatakan...

ternyata bisa diatasi oleh keluarga toh. boleh juga infonya nih...

selamat bertugas :D

ninneta mengatakan...

Hai,

datang mau ngucapin

happy lunar
happy valentine's day
happy ash wednesday

buat yang merayakan, yang nggak merayakan semoga bulan penuh cinta ini selalu membawa kebahagiaan dan kedamaian...

Ninneta

Tia - tealovecoffee mengatakan...

kayaknya aku banget deh... ngumpulin kertas2 lucu... numpuk di sudut kamar T__T

Ra-Kuuuunnn,,, udah lama aku gak berkunjung... hehe
tnyt blognya nambah toh :D

Ra-kun lari-laRIAN mengatakan...

@all:
wah, yang ternyata suka numpuk barang juga, selamat berusaha merapikan ya :)

Cermin Community mengatakan...

ngeri juga penyakit jiwa yang satu ini ya...