Senin, 06 Desember 2010

Sampai saat ini, penyebaran HIV/AIDS di Indonesia masih berlangsung pesat dan sulit ditanggulangi. Data hasil surveilans sentinel Departemen Kesehatan sari tahun ke tahun menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah kasus HIV positif baik di kota maupun di kota kecil bahkan di pedesaan terutama di Papua. Di provinsi ini bahkan epidemic sudah cenderung memasuki populasi umum (generalized epidemic).
Yang lebih mengkhawatirkan, distibusi umur penderita AIDS memperlihatkan tingginya persentase jumlah usia muda dan jumlah usia anak. Penderita dari golongan umur 20-29 tahun mencapai 54,77%, dan bila digabung dengan golongan sampai 49 tahun, maka angka menjadi 89,37%. Sementara persentase anak 5 tahun kebawah mencapai 1,22%.


sumber gambar: eff3ndy.student.umm.ac.id

Bila ditanya apa penyebab hal ini, jawabannya bisa sangat banyak. Namun salah satunya, dan barangkali yang paling utama, hal ini disebabkan karena minimnya informasi tantang HIV/AIDS yang dipahami masyarakat. Misalnya di Papua, warga akan serius berobat kalau mereka sakit malaria; tapi mereka malah bersikap acuh walaupun tahu mereka mengidap HIV/AIDS (Kompas, 24 mei 2004).
Meski begitu, penyebaran HIV/AIDS bukan hal yang mustahil dilawan.

Tidak banyak yang tahu bahwa di dunia ada satu negara yang telah sukses menekan persebaran HIV di wilayahnya dan meminimalisir jumlah penduduknya yang menidap AIDS. Adalah Uganda yang telah dengan gigih mengupayakan agar keadaan negaranya tidak semakin terpuruk oleh serangan virus yang merajalela ini. Adalah Uganda yang berjuang keras di tengah makin populernya seks bebas dan makin mudahnya mendapatkan narkoba. Juga adalah Uganda yang semenjak tahun 2004 menjadi contoh bagi negara-negara lain di dunia berkat prestasinya menekan jumlah ODHA secara drastis.

Yang menjadi kunci utama keberhasilan Uganda ada dua, yaitu:
Pertama, pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS. Ini merupakan hasil dari penyuluhan intensif yang mencakup semua kalangan, mencapai semua penjuru. Data menunjukkan bahwa kin 82% wanita Uganda telah mengenal HIV/AIDS dan tahu bagaimana menyikapinya.
Kedua, pengetahuan masyarakat tentang siapa yang mengidap HIV/AIDS. Teridentifikasinya seseorang sebagai ODHA bukan berarti ia akan didiskriminasi, tapi tak lebih agar ini menjadi peringatan bagi orang-orang di sekitarnya. Di sini dituntut adanya keterbukaan diri para ODHA, serta adanya jaminan perlindungan ODHA dari diskriminasi lingkungan.

Itu kisah sukses Uganda. Bagaimana dengan Indonesia?
Barangkali pemerintah kita bisa meniru Uganda. Perlu segera diadakan penyuluhan menyeluruh kepada masyarakat mengenai HIV/AIDS, bahayanya, pencegahannya, kondisi terapi dan vaksinasi yang tersedia saat ini, serta bagaimana seharusnya memperlakukan ODHA dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan cuma tugas KPA (Komisi Penanggulangan AIDS), tapi juga tugas semua pihak karena masalah ini tidak berdiri sendiri melainkan bersangkut-paut dengan masalah sosial lain di masyarakat kita.

Sebenarnya, kita tidak perlu takut berhubungan dengan ODHA. HIV tidak menular melalui kontak sosial seperti bersalaman, menggunakan fasilitas umum bersama, berenang bersama, atau semacamnya. Bahkan berciuman dengan penderita HIV/AIDS juga tidak akan menyebabkan penularan asal tidak ada luka seperti sariawan dan sebagainya. Kita harus tetap menjaga hubungan baik dengan mereka, dan terus menyemangati mereka untuk selalu menjaga kesehatan.
Saat ini, hidup dengan ODHA sebagai pasangan suami istri juga sudah memungkinkan. Sudah ada metode untuk menekan virus HIV dalam tubuh penderitanya. Bahkan pasangan ODHA juga bisa hamil dan melahirkan dengan baik. Syaratnya ialah disiplin dalam menjalani pengobatan dan terapi. Resiko bayi terinfeksi juga dapat diperkecil dari 3% melalui persalinan normal, menjadi 0,03% melalui caesar.

Pada akhirnya, kita harus bisa memahami bahwa HIV/AIDS memang menakutkan dan perlu diperangi, tetapi ODHA adalah orang-orang yang juga merupakan bagian dari masyarakat kita yang perlu dibantu.
Semoga saja di masa depan, Indonesia bisa menjadi tempat yang lebih baik dan lebih sehat.
Semoga.


sumber gambar: deagendyna.blogspot.com