Rabu, 10 Februari 2010

Ingin memiliki semuanya

Menyukai benda-benda tertentu dan menyimpannya adalah hal wajar. Hampir semua kita melakukannya, seperti mengoleksi pin, merchandise atau sepatu. Meskipun benda itu mungkin tidak terpakai, tapi kita tetap menyimpannya karena kita menganggapnya penting atau berharga.

Ada kalanya kebiasaan menyimpan barang semacam ini berkembang menjadi penyakit. Ia disebut clinical obsessive-compulsive disorder, atau dalam istilah yang lebih popular disebut hoarding. Hoarding ialah kebiasaan mengumpulkan dan menumpuk barang yang bersifat kompulsif, yang dipicu oleh rasa sayang berlebihan terhadap barang yang dimiliki. Pengidap hoarding—yang disebut hoarder—bukan mengumplkan barang yang tidak berguna, tetapi mereka mengumpulkan semua barang yang menurut mereka indah, penting atau menyimpan kenangan. Hanya saja apa yang mereka anggap indah, peting atau memiliki nilai sentimentil itu sering kali berbeda dari pendapat umum.

Misalnya, orang biasa akan membuang koran bekas atau mainan bayi yang sudah rusak dengan segera. Tapi para hoarder, tidak mau membuang koran bekas yang menurut mereka memuat tulisan yang mengesankan atau bernilai; dan tidak mau membuang mainan bayi yang rusak karena bagi mereka mainan itu penuh dengan kenangan indah tentang bayi mereka. Hoarder mengalami kesulitan dalam memilah dan memilih barang mereka sehingga akhirnya barang-barang itu ditumpuk secara sembarangan.


Kriminalitas yang membahayakan

Sanjaya Saxena MD, kepala Obsessive-Compulsive Disorder Program di University of California, San Diego, menjelaskan: hoarding bukanlah sifat malas. Ia lebih merupakan ketidak pedulian yang menjurus pada kriminalitas. Hoarding ini sulit dikontrol dan termasuk masalah yang serius. Ia tergolong masalah neuropsychriatic yang tidak bisa sembuh kecuali bila dirawat.

Kenapa menjurus pada kriminalitas? Itu karena hoarding bisa mengancam keselamatan banyak pihak dan bisa berakibat tragis. Salah satu contoh kasus yang populer adalah Collyer bersaudara yang terkenal kaya dan bersifat tertutup. Pada 1947, tubuh mereka ditemukan di kediamannya yang dipenuhi 100 ton tumpukan barang, di New York. Beberapa peristiwa kebakaran yang fatal juga terjadi di rumah para hoarder. Mereka cenderung memenuhi rumah mereka dengan barang mudah terbakar ( seperti kardus, karung, pakaian, kertas), dan ditumpuk sampai menghalangi pintu, sehingga sulit melakukan evakuasi bila terjadi bencana. Di samping itu, debu, lumut, jamur dan berbagai kotoran akan banyak menjangkiti barang yang tertumpuk tadi. Hal ini dapat memicu alergi, sakit kepala, masalah pernapasan, dan menjadi sumber berbagai penyakit. Belum lagi resiko menyandung yang dapat membuat jatuh anak kecil dan orang tua. Praktis, keselamatan segenap penghuni rumah dan para tetangga menjadi terancam bahaya gara-gara seorang hoarder.

***

sumber gambar

Referensi: Hoarding syndrome/ serbuan barang-barang yang tak mau hilang Oleh Deborah Branscum

RDI juli 2008, halaman 89

Categories:

7 komentar pembaca :

dela mengatakan...

wow.. info yang membantu.
saya sering sayang membuang surat2 yang pernah dikirimkan ke saya.. sekarang akhirnya menumpuk tidak terpakai di sebuah kardus.. sudah merupakan disorder juga tidak ya? :p

dela from Buku Buku Dela

Tukang Sampah mengatakan...

kami kira posting tentang valentine... rupanya bukan ya :)

selamat berkuliah.

Ra-kun lari-laRIAN mengatakan...

@dela:
kalau tumpukannya sudah berpotensi membahayakan, itu sudah disorder :)

Darin mengatakan...

wah ada juga ya sifat seperti itu? aneh banget :)

elok langita mengatakan...

elok suka numpukin buku buku jaman sekolah yang udah jadul jadul, masuk kategori hoarding engga iah.. kan dibuang sayang... tapi kayaknya engga masuk kategori koarding deh, kan buku mah sumber ilmu yang wajib di warisi ke anak cucu.. nice info..

sekalian follow.. follow back iah.. mkashy..

ninda~ mengatakan...

mampir kun

Cermin Community mengatakan...

bagaimana dengan kleptomania, kawan?
itu kan soal ingin memiliki juga? :)