Minggu, 13 Desember 2009

oleh T. S.Frima Saya tidak tahu kenapa saya tidak bisa melupakan Dia, seperti saya tidak bisa melupakan Bu Guru Itu. Bu Guru Itu adalah orang pertama yang sudi menghampiri saya. Bu Guru Itu satu-satunya orang yang pernah benar-benar membuat saya gila. Makanya gak mungkin lupa, kan. Tapi Dia? Saya justru pernah begitu membenci Dia. Sekarang sih sudah bisa memaafkan. Rasa penasaran yang menggangu. Kok gak bisa lupa sih? Butuh satu...

Jumat, 11 Desember 2009

oleh T.S Frima 'Yang membuat saya percaya bahwa dunia ini punya sisi keindahan adalah Ibu Guru Itu, wanita yang mau mengajari saya dengan kasih sayang. Yang membuat saya percaya bahwa tidak semua laki-laki itu busuk adalah Dia, perempuan yang mau medengarkan dan mencurahkan perhatian pada saya. Yang membuat saya tau bahwa mereka berdua telah berbohong pada saya adalah Pacar saya, betina yang haus darah. Ibu guru itu, Dia, dan Pacar...

Senin, 07 Desember 2009

Sebuah Fiksi Mikro oleh T. S. Frima Hari sedang Sabtu. Matahari sedang tinggi. Mo sedang dijemur di tengah lapangan bola. Senior sedang tertawa di bawah Akasia. Komdis sedang teriak: “jangan ada yang bergeak! Berdiri tegak! Lai mangarati, pakak!”. Dan dosen-dosen sedang tidur. Dan petugas poliklinik sedang makan bubur, di pasar. Dan Rektor sedang dibuai musik instrumental; tak sadar. Kampus ini sedang ospek. Sorenya, Matahari sedang lengser, bosan pada Timur. Mo menelungkup; tapi bukan tidur. Darah dari hidungnya tadi sempat menyembur....

Rabu, 02 Desember 2009

*oleh TS. Frima Ini sebuah buku yang melenakan.Secara umum, antologi Pengantin Subuh bercerita tentang tradisi merantau. Tradisi yang menjadi ciri masyarakat Minangkabau ini ternyata kerap membawa kegalauan bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya; baik itu bagi orang yang ingin merantau, bagi orang yang sedang berada di perantauan, maupun bagi orang yang ditinggalkan di kampung. Dalam pikiran beberapa tokohnya, rantau dibayangkan sebagai...